PENERAPAN
PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) SEBAGAI SOLUSI KRISIS
ENERGI LISTRIK DI
PEDESAAN DI TINJAU DARI FILSAFAT SAINS
M.
HARIANSYAH
1. Latar
Belakang Masalah
Listrik merupakan energi yang paling penting
dalam memenuhui kelengkapan hidup manusia sehari-hari. Mulai alat-alat
rumah tangga, alat kantor, alat penerangan semuanya memerlukan listrik.
Saat ini 62 % energi listrik digunakan didaerah perkotaan, sisanya belum
mendapat suplai daya listrik, terutama di desa-desa terpencil. Sehingga tidak
mengherankan, rata-rata pertambahan beban listrik setiap tahun di Indonesia
mencapai 8,2 %. Penyedian pembangkit energi listrik sangat
terbatas, diperkirakan pada tahun 2015 Indonesia akan mengalami krisis
energi listrik (Lokakarya
PLN 2006).
Kondisi
seperti ini merupakan suatu permasalahan, yang perlu diselesaikan.
Berbagai cara telah ditempuh, mulai pemadaman listrik secara bergiliran, hingga
program mengurangi pemakaian beban listrik dari pukul 17.00 hingga 22.00. Salah
satu usaha dan pemikiran untuk menyelesaikan krisis energi listrik
tersebut adalah membangun pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH)
di pedesaan. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
mempelajari pembangkit listrik tenaga mikro hidro sebagai solusi pemeacahan
krisis Energi listrik pedesan di Indonesia, di tinjau dari aspek filsafat
sains ( ontology, epistemologi, dan aksiologi).
2.
Tinjauan Pustaka
2.1 Aspek
Ontologi
Ontologi adalah cabang ilmu filsafat yang
mempelajari apa hakekat hubungan antara krisis energy listrik di Indonesia
dengan penerapan PLTMH di pedesaan. Pertanyaan mendasar yang sering
muncul bila berbicara tentang ontology adalah apa dan bagaimana sejarah PLTMH
itu sehingga akan sampai tujuan akhir bahwa PLTMH memang benar dapat mengatasi
krisis energy listrik pedesaan di Indonesia ( THOYIBI. M. 1999). Tahun 1927
pemerintah Belanda membentuk s'Lands Waterkracht Bedriven (LWB) , yaitu
perusahaan listrik negara yang mengelola PLTA Plengan, PLTA Lamajan , PLTA
Bengkok Dago , PLTA Ubrug dan Kracak di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun,
PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta.
Selain itu di beberapa Kotapraja dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.
Perang dunia 11 Pemerintah Belanda menyerah kepada Jepang, maka Indonesia
dikuasai Jepang. Oleh karena itu, perusahaan listrik dan gas yang ada diambil
alih oleh Jepang, dan semua personil dalam perusahaan listrik tersebut diambil
alih oleh orang-orang Jepang. Tepat tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia merdeka, maka mulai tahun ini perkembangan listrik terutama
PLTA banyak digalakan oleh Pemerintah, mulai dari P. Sumatra PLTA Asahan, Pulau
Jawa Saguling, Jatiluhur, Ubrug dan Krecak, serta masih banyak PLTA-PLTA lain
yang dibangun. (LOKAKARYA PLN, 2006)
Program listrik pedesaan di Indonesia telah dimulai sejak dasawarsa 1970-an. Untuk daerah-daerah yang tidak atau belum terjangkau jaringan listrik milik PT PLN (Persero) pemerintah bersama lembaga donor seperti USAID, JICA, GTZ Jerman dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lain berupaya mencarikan jalan keluar. Antara lain dengan membangun pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) mengembangkan pembangkit listrik tenaga Mikrohidro (PLTMH), tenaga surya dan tenaga angin. Untuk mendukung kelembagaan usaha listrik pedesaan tersebut dikembangkan koperasi listrik pedesaan (KLP) atau melalui wadah koperasi unit desa (KUD). Sejalan dengan kebijakan energi nasional, di masa depan diusahakan membangun pembangkit listrik tanpa menggunakan bahan bakar minyak (BBM) karena kontribusi minyak terus mengalami penurunan signifikan. Untuk itu, diperlukan adanya upaya penyediaan energi.
Di Indonesia banyak sekali sumber energi terbarukan yang
hingga kini belum dimanfaatkan secara optimal. Potensi energi terbarukan yang
hingga kini belum dimanfaatkan sebagian besar berupa sungai yang airnya
cenderung terbuang ke laut. Padahal setiap kilometer sungai dapat dimanfaatkan
sebagai sumber tenaga untuk menggerakkan PLTMH. Lokasi pedesaan pada umumnya tersebar dan jauh dari
jaringan layanan PLN, sehingga tidak memungkinkan semua desa menerima pelayanan
listrik dari PLN. Karena itu, perlu dilakukan beberapa usaha yakni membangun
pembangkit sendiri yang terpisah dari PLN. Salah satunya adalah PLTMH sebagai
salah satu alternatif. Pengertian
PLTMH adalah pembangkit listrik yang menggunakan tenaga air sebagai
media utama untuk penggerak turbin dan generator. Tenaga mikro hidro, dengan
sekala daya yang dapat dibangkitkan 5 kilo watt hingga 50 kilo watt. Pada PLTMH
proses perubahan energy kinetic berupa (kecepatan dan tekanan air), yang
digunakan untuk menggerakan turbin air dan generator listrik hingga
menghasilkan energi listrik(NOTOSUDJONO,
D. 2002).
2.2
Aspek Epistomologi
Epistemologi atau filsafat ilmu pengetahuan merupakan gabungan antara berpikir
secara rasional dan empiris. Dalam ilmu ini dipertanyakan apa sarana dan
bagimana tata cara untuk mencapai suatu kebenaran ilmiah. ( THOYIBI,
M.1999). Dalam hubungannya dengan PLTMH, maka cakupan yang ingin di
bahas adalah perumusan masalah, hipotesis, motodologi ilmiah dan hasil
pembuktian secara ilmiah.
2.2.1
Perumusan Masalah
Penerapan PLTMH ditentukan oleh lima faktor utama, yaitu Data air yang
akan digunakan harus konstan sepanjang tahun, tinggi jatuh air, jenis turbin,
dan generator dan tipe bendungan atau kolom tondo air.(ZUHAL. 1981)
Permasalahan utama pada debit air yang dihasilkan oleh PLTMH harus konstan
sepanjang tahun, masalah yang dihadapi adalah musim di Indonesia, dan hutan
yang ada di Daerah Aliran Sungai ( DAS) terus berkurang, hal ini dapat
mengurangi debit air. Permasalahan ke dua adalah tinggi jatuh air, hal ini
dibutuhkan untuk menambah tekanan air pada turbin agar turbin berputar sesuai
rencana, bebrapa daerah tidak memeliki ketinggian cang cukup untuk menghasilkan
tekanan yang dibutuhkan untuk menggerakkan turbin.
Permasalahan ke tiga, turbin yang digunakan harus sesuai dengan daya yang
dibangkitkan, dan harus sesuai dengan debit air yang ada. Permasalahan ke
empat generator, agar dapat menghasilkan tegangan yang konstan, maka debit air
yang menggerakkan turbin harus konstan, jika tidak maka tegangan yang
dihasilkan akan tidak konstan, dapat merusak peralatan listrik. Permasalahan
kelima adalah system proteksi PLTMH, bagaimana untuk menjaga agar PLTMH dapat
beroperasi hingga sesuai umur PLTMH. Apabila semua faktor di atas diperhatikan
maka PLTMHMH yang diharapkan sebagai pemecahan krisis Energi
listrik dapat tercapai.
2.2.2
Hipotesis
Hipotesis
merupakan alat bantu ilmiah dalam kegiatan ilmiah untuk sampai pada hukum dan
teori tertentu , hal ini berarti bahwa tanpa hipotesis tidak mungkin ada
kemajuan dalam kegiatan ilmiah dan tidak mungkin sampai pada penjelasan ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk hukum atau teori ilmiah tentang
masalah dalam alam semesta ( Bertens, K. 2000).
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, hipotesis yang dapat diajukan untuk
membuktikan teori kebenaran dari krisis Energi listrik adalah "
PLTMH nyata berperan dalam
penyelesaian krisis Energi listrik dpedesaan di Indonesia jika
menghasilkan gelombang arus dan tegangan yang sinusoida, pada tegangan 220 volt
(- 5% + 10%). (PUIL 2000) . Untuk
lebih memperjelas hipotesis dapat diterjemahkan dalam bahasa statistik,
yaitu : (Keraf, A.S. dan M. Dua. 2001)
- H0 : hipotesis diterima, berarti
PLTMH berperan dalam penyelesaian krisis Energi listrik
- H1: hipotesis ditolak, berarti
PLTMH tidak dapat menghasilkan gelombang tegangan listrik yang berbentuk
sunisoida, ( -5% + 10 %) : ( PUIL, 2000 )
3.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kesimpulan yang dapat
diambil dari peranan penerapan PLTMH di pedesaan, dalam menghadapi
krisi Energi listrik di Indonesia melalui pendekatan filsafat sains
adalah sebagai berikut :
- Ditinjau dari aspek ontologi, di bangunnya PLTMH di Pedesaan di wilawah Indonesia mempunyai sejarah yang jelas untuk mengatasi krisis Energi listrik di Indonesia.Hal ini terbukti dari zaman Penjajahan belanda, hingga kini masih banyak PLTMH masih beroperasi.
- Ditinjau dari aspek epistemologi, PLTMH telah dikembangkan melalui berbagai pembuktian ilmiah untuk mencari kebenaran, di awali rumusan masalah, membuat suatu hipotesa, melaksanakan metodologi ilmiah, baik berupa alat-alat yang digunakan, tata cara pengujian dan pengukuran, hingga pendekatan secara empiris dan analisis, hingga menghasilkan bahwa Ho : Hipotesa diterima, berarti tegangan yang dihasilkan oleh PLTMH sudah sesuai standar kelistrikan di Indonesia yaitu 220 ( -5% + 10 %) Volt, dengan demikian peranan PLTMH untuk mengatasi energi listrik di Indonesia dapat diterima.
- Ditinjau dari aspek aksiologi, PLTMH memberikan manfaat terhadap peningkatan produktivitas dan perbaikan kondisi masyarakat pedesaan, baik dibidang informasi, keamanan, eknomi dan kebudayaan lebih meningkat.
Daftar
Pustaka
BERTEN, K. 2000, Etika,
Edisi ke 5. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 315 hal.
NOTOSUDJONO D, 2002.
Perencanaan PLTMH di Indonesia, BPPT; hal 68 hal.
Keraf, A.S. dan M. Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan : Sebuah Tinjauan Filosofis. Edisi ke-5. Kanisius,
Yogyakarta. 160 hal.
Lokakarya PLN Pembangkit dan Penyaluran Energi
Listrik di Indonesia, 2006,
Jakarta . hal 102.
MASHUDI D. 2005. Pembangkit Energi Listrik; Erlangga, Jakarta. Hal 138.
PUIL, 2000; Peraturan
Umum Instalasi Listrik, PLN, Jakarta, Hal 602
SURIASUMANTRI, J.S. 2005, Filsafat Ilmu ( Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu). Pustaka
Sinar Harapan, ke-18 , Jakarta
THOYIB, M. 1999. Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya. Edisis ke-2. Muhammadiah University Press,
Universitas Muhammadiah, Surakarta, 105 hal.
WIBAWA,U. 2006. Sumber Daya Energi. Universitas
Brawijaya. Malang. Hal 128.